Haji dan Perempuan


Oleh : Fathurrosyid

Jika haji diyakini semua orang sebagai ritual yang paling kuat kontrol sosialnya daripada yang lain, tentu saja ini terjadi bukan secara kebetulan. Semua itu memang sengaja di-”manage” dan di-”setting” oleh Allah lantaran dua faktor. Pertama, haji merupakan ibadah yang membutuhkan ekstra kekuatan fisik dan materi.

Kedua, haji merupakan ibadah yang kaya dengan simbol. Di sana terdapat ritual tawaf sebagai simbol totalitas kepasrahan dan kesetaraan ( equality / musawah ) manusia, wukuf di Arafah sebagai simbol perdamaian dan kasih sayang, melempar jumrah sebagai simbol perlawanan, serta sai sebagai simbol perjuangan hidup.
Sosiolog modern, Elizabeth K Nottingham (1994), dalam observasinya sangat optimistis bahwa sepanjang sejarah manusia tidak ada motivator yang paling ampuh memperkaya solidaritas sosial kecuali simbol-simbol tersebut daripada sekadar teori verbal dan logika akademik. Oleh karena itu, adanya simbol-simbol tersebut diharapkan tidak hanya memperkaya horizon pengalaman beragama secara individual saja, tetapi juga bagaimana horizon itu mampu ditransformasikan pada dataran empiris-sosial. Artinya, orang yang telah berpredikat haji diharapkan nantinya menjadi teladan moral bagi lingkungan sekitar. Namun, dari semua bentuk ritual simbolis tersebut, tulisan ini akan lebih menarik jika hanya difokuskan pada persoalan ritual wukuf dan sai lantaran secara geneologis, ternyata kedua ritual itu melibatkan peran seorang perempuan, yaitu Hawa dan Siti Hajar ( istri kedua Nabi Ibrahim ).

Dalam buku Jiwaku adalah Wanita: Aspek Feminim dalam Spiritualitas Islam (1998), Annimarie Schimmel menyatakan, setelah dipisahkan dari surga dan berpisah selama bertahun-tahun, Adam bertemu lagi di pinggir kota Mekkah. Kebetulan Hawa saat itu berada di Bukit Marwah sehingga akhirnya mereka mengenali satu sama lain ( ta’arafah ) di Padang Arafah. Di tempat inilah momentum meeting di antara dua anak manusia terdokumentasikan di Jabal Rahmah, sebuah gunung yang menorehkan kasih sayang hingga karenanya, seluruh jemaah haji diwajibkan melaksanakan wukuf Arafah sebagai simbol perdamaian dan kasih sayang antara laki-laki dan perempuan.

Namun, nilai-nilai filosofis yang termanifestasikan lewat simbol ini kini terasa hilang, khususnya peran perempuan, baik di wilayah domestik maupun publik. Seakan sudah bukan menjadi barang tabu lagi, seorang suami melakukan aksi anarki terhadap istrinya. Bahkan, dengan dalih atas nama agama, tindakan nusyuz, misalnya, justru kian melegitimasi tindakan brutal suami menjadi sesuatu yang absah secara teologis. Di era global ini, jangan dikira kekerasan ( violence ) domestik ini hanya berupa fisik semata, tetapi kini telah jauh menjadi trans kekerasan berupa marital rape ( kekerasan psikologis ), yaitu dalam bentuk penelantaran, penghinaan dan perselingkuhan suami, serta bentuk pelecehan lainnya.

Memang upaya kesadaran gender sebagai langkah konkret merekonstruksi konstruk inferior perempuan sudah gencar dilakukan para aktivis gender. Demikian pula tuntutan agar perempuan diposisikan sebagai mitra sejajar dengan laki-laki telah berhasil menembus sebagian sekat-sekat ketidakadilan gender. Tetapi, menurut Daniar Oesman (2001) dalam artikel ”Perempuan dan Kekerasan Domestik”, terdapat kesan kuat bahwa gaung gender itu sesungguhnya masih terhenti di tingkat wacana akademisi, belum menyentuh batin mayoritas kaum perempuan.

Dengan demikian, praktik ritual wukuf di Arafah yang dilakukan jemaah haji di Mekkah saat ini diharapkan menjadi inspirasi sekaligus sebuah ibrah ( contoh ) bahwa perempuan itu bukanlah makhluk yang diciptakan dari tulang kepala yang harus disanjung dan dijadikan sang ratu, bukan pula ia diciptakan dari tulang kaki yang pantas diinjak dan diperlakukan ibarat sang budak yang senantiasa tabah hati semua keinginan suami. Akan tetapi, perempuan diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan bisa diluruskan hanya dengan metode, menasihatinya dengan arif dan bijaksana serta penuh kasih sayang.

Adapun ritual haji lain yang berkaitan dengan peran dan jejak perempuan adalah sai, yaitu lari-lari kecil mendaki dan menuruni satu bukit ( Shafa ) ke bukit yang lain ( Marwah ). Ritual ini menyimbolkan upaya Siti Hajar mencari air untuk dirinya sendiri dan anaknya, Ismail. Tindakan beliau sungguh mengindikasikan keteguhan seorang perempuan ( ibu ) dalam mengasuh dan melindungi anak dari ancaman kematian. Namun, lagi-lagi, nilai filosofis itu kini telah terbalik dari seorang perempuan. Kerap kali ritual tersebut hanya berlalu begitu saja seusai manasik haji dilakukan dalam tiap tahunnya.

Perilaku ideal yang pernah dipertontonkan oleh Siti Hajar pada anak yang baru saja dilahirkannya melalui ritual sai mestinya menyadarkan kita betapa seorang anak itu merupakan amanah dan tanggung jawab keluarga dan masyarakat. Namun, saat ini tindakan seorang ibu memperlakukan anaknya dengan cara kurang arif, baik pada tingkat fisik maupun psikisnya, telah menjadi patologis sosial yang menghiasi media massa. Pada tahun 2008 saja, tercatat ada tiga kasus tindakan seorang ibu yang dengan tega hati membunuh bayinya sendiri, seperti yang terjadi di Tangerang (Banten), Temanggung (Jawa Tengah), dan pada bulan ini kasus tersebut mencuat lagi di Jombang (Jawa Timur). Tindakan sadis tersebut dalam ilmu psikologi disebut syndroma baby blow, yaitu perasaan depresi seorang ibu pascamelahirkan lantaran perubahan hormon. Tindakan sadisme ini terus akan menjadi-jadi, bahkan bergerak secara perlahan-lahan manakala kesadaran religiusitas hanya berkutat pada wacana tanpa ada follow up untuk merealisasikannya, termasuk pelajaran yang bisa diambil dari ritual sai.

Dari semua fenomena itu, sungguh ritual wukuf dan sai yang sarat dengan simbol ini mestinya tidak hanya dibingkai menjadi horizon yang indah dipandang, tetapi bagaimana nilai-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya menjadi suatu ritus yang harus diterjemahkan dalam kehidupan nyata. Sebab, jika ibadah haji diyakini sebagai rekonstruksi dan tapak tilas terhadap sesuatu yang pernah dilakukan oleh Nabi Ibrahim, secara otomatis ritual wukuf dan sai juga merupakan hal yang sama dari sesuatu yang pernah dilakukan kedua perempuan di atas meskipun peran keduanya sering kali tertutupi oleh peran Nabi Ibrahim yang amat besar. Oleh karena itu, ibadah haji tidak dihukumi sempurna jika tidak melakukan ritual wukuf dan sai. Wallahu a’lam.

Fathurrosyid, Pengurus Pesantren Hidayatut Thalibin, Pragaan, Sumenep

Sumber : Kompas , Kamis, 4 Desember 2008
Gambar : IslamOnline.net

PS : Bagi yang ingin mengetahui berbagai hal tentang ibadah haji, silahkan ikuti tanya jawab haji di halaman Konsultasi Agama.

Posted by Abdul Aziz on November 22 , 2009 | 23:53

20 Comments (+add yours?)

  1. atmakusumah
    Nov 23, 2009 @ 01:19:39

    Asalamu’alaikum…
    Tulisan yang bermanfaat pak, mudah2an bapak2/ibu2 yang pulang dari haji memaknai ibadahnya dengan perubahan perilaku yang positif sesuai nilai2 yang telah ditetapkan Allah dan rasul-Nya, apalagi ibadah haji merupakan Rukun islam yang kelima, tentunya empat rukunnya juga harus lebih disempurnakan lagi…

    Salam saya pak…
    ————————————————————————-

    Wa’alaikumusslam,
    Mudah-mudahan mereka yang beribadah haji pulang sebagi haji mabrur. Mampu memberikan dampak positif bagi dirinya dan masyarakatnya. Amin.
    Terima kasih.
    Salam.

    Reply

  2. yayat38
    Nov 23, 2009 @ 11:50:46

    menarik Kang. Melalui artikel ini sungguh menerangkan bagaimana sebetulnya kita harus menempatkan seorang perempuan dalam kemuliaan. Mungkin lebih dekat kita memandang Ibu kita adalah seorang perempuan.
    Hatur nuhun Kang atas artikelnya yang mengingatkan ini. Salam 🙂

    —————————————————————

    Dua perempuan yang luar biasa — Hawa dan Siti Hajar — ini, mudah-mudahan memberi inspirasi bagi para Muslimah . Kemuliaan seorang perempuan, bukan karena ia perempuan, tapi kiprahnya dia dalam menjalani kehidupan ini yang senantiasa dalam track yang diridhai Allah. Selain Hawa dan Siti Hajar, masih banyak perempuan besar yang bisa memberikan inspirasi bagi kita, seperti Khadijah, Aisyah, dan Maryam.
    Terima kasih Kang.
    Salam

    Reply

  3. حَنِيفًا
    Nov 23, 2009 @ 13:31:08

    Nice Post.

    Salam ka urang Ci Anjur.

    ——————————————————-

    Hatur nuhun Kang.
    Ku naon enggal-enggalan ?
    Salam we ka sadayana.

    Reply

  4. adi isa
    Nov 23, 2009 @ 22:17:43

    just thanks for share
    salam persahabatan selalu
    —————————————————————————-

    Terima kasih kembali.
    Semoga persahabatan kita semakin terjalin.
    Salam.

    Reply

  5. Saung Web
    Nov 24, 2009 @ 06:33:19

    Artikelnya sangat menarik bos.. bisa dijadikan bahan referensi nih… hehe

    ————————————————

    Terima kasih Pak, tulisan ini dari Kompas tahun lalu. Karena menarik isinya, disajikanlah di sini. Syukurlah kalau bermanfaat.
    Salam.

    Reply

  6. kepinghidup
    Nov 24, 2009 @ 08:23:15

    Ritual Sai sebenarnya menunjukkan kasih sayang seorang ibu yang tidak ada hentinyanya bolak balik antara dua bukit (lumayan jauh itu…ya) untuk anakknya yang tersayang… ehm Maha Suci Allah yang mengetahui niat dalam setiap kegiatan kita.. Salam
    ——————————————————————-

    Tepat sekali Mas, di dalam artikel di atas disebutkan bahwa sai itu sebagai simbol perjuangan hidup. Perjuangan hidup seorang ibu yang sangat mencintai putranya. Semoga kasih sayang dan perjuangan hidup Ibunda Hajar ini memberikan inspirasi bagi kita semua.
    Terima kasih. Sukses selalu.
    Salam.

    Reply

  7. bundadontworry
    Nov 24, 2009 @ 10:36:56

    terima kasih utk tulisan yg sangat bermanfaat ini,Pak Aziz.
    memang benar kekrasan yg dialami perempuan akan lebih buruk akibatnya jika dilakukan secara psikis .
    Ibunda Hajar telah memberikan contoh bagaimana usaha keras seorang perempuan utk mendapatkan apa yg dibutuhkan anaknya dgn perlambang Sa’i.
    Semoga kita dpt menjadi ortu yg bijak, juga pasangan yg baik bagi pasangan kita masing2 sesuai contoh yg diberikan oleh Junjungan kita Muhammad saw, amin.
    salam hangat utk keluarga.
    salam.

    ———————————————————-

    Terima kasih kembali Bu. Tulisan ini berasal dari kliping tahun lalu, karena isinya menarik, maka perlu disajikan di sini.
    Semoga tokoh-tokoh besar perempuan dalam sejarah dapat memberikan inspirasi bagi kita sebagai orang tua. Selain Hawa dan Hajar, masih banyak yang lain, di antaranya Maryam yang yang berusaha merawat anaknya dengan baik dalam cemoohan orang-orang Yahudi. Juga istri-istri Rasululllah SAW, seperti Khadijah, seorang pengusaha sukses, tapi juga sukses mengurus rumah tangga, bahkan berjasa besar dalam mensupport Nabi SAW dalam menjalankan tugasnya.
    Aisyah, istri beliau juga, dengan segala kelembutannya berhasil menjadi panglima perang.
    Mudah-mudahan apa yang diajarkan Rasulullah bisa kita laksanakan dengan baik, dan perjuangan hidup perempuan-perempuan sukses di atas dapat kita teladani .
    Terima kasih.
    Salam

    Reply

  8. diajeng
    Nov 24, 2009 @ 12:01:51

    salam pak..semoga sehat hari ini 🙂
    ——————————————————————

    Salam kembali Mbak. Mohon maaf sudah lama tidak berkunjung ke tempat Mbak.
    Al-hamdulillah sehat-sehat saja. Semoga Mbak juga dengan keluarga baik-baik dan sehat-sehat semua. Amin.
    Terima kasih.
    Salam.

    Reply

  9. diajeng
    Nov 24, 2009 @ 12:03:08

    Membaca tulisan ini jd ingin sekali pergi ke tanah suci, doakan saya ya pak 🙂
    —————————————————

    Setiap Mukmin pasti merindukan untuk beribadah di Tanah Suci. Kita harus berusaha dan berdoa untuk itu. Insya Allah, siapa pun bisa pergi ke sana, bila Allah menghendaki. Mudah-mudahan Mbak, pasti didoakan.
    Terima kasih.
    Salam.

    Reply

  10. fachia
    Nov 24, 2009 @ 12:23:36

    Terima kasih Pak. Semoga Saya akan bisa menjalankan ibadah haji. Amin.
    ———————————————————-

    Terima kasih kembali. Mudah-mudahan saja, Allah Maha Berkehendak. Amin
    Salam.

    Reply

  11. sedjatee
    Nov 24, 2009 @ 14:54:37

    Pak Ustadz, banyak silang pendapat tentang penyembelihan anak nabi Ibrohim.. yang bener Ismail atau Ishaq yang disembelih? … salam sukses pak Ustadz

    sedj

    ————————————————————

    Sepengatahuan saya, para ulama sepakat bahwa yang hendak disembelih itu Ismail AS. Tentang hal ini bisa dilihat dalam Al-Quran Surah 37 , Ash-Shaffat ayat 100 – 113.
    Sementara itu yang meyakini Ishaq AS sebagai anak yang akan disembelih adalah kalangan Kristen / Katholik dan Yahudi.
    Terima kasih . Sukses juga buat Mas.
    Salam.

    Reply

  12. M Mursyid PW
    Nov 24, 2009 @ 19:01:38

    Semoga kelak saya dapat pergi haji. Semoga.
    ———————————————————–

    Insya Allah doa kita akan didengar-Nya. Amin.
    Salam buat keluarga di Pekalongan.

    Reply

  13. zipoer7
    Nov 25, 2009 @ 00:09:19

    Salam Takzim
    Selamat Hari Guru ke 64 pak Abdul Aziz, semoga makin jaya dan sukses PGRI
    Salam Takzim Batavusqu

    ———————————————————————

    Terima kasih, semoga apa yang dibaktikan para guru memberikan kontribusi bagi negeri ini.
    Salam hangat buat seluruh keluarga.

    Reply

  14. dan
    Nov 25, 2009 @ 17:38:42

    Semoga para jama’ah haji wanita Indonesia menjadi muslimah yang taat pada Allah.., misalnya berhijab seperti wanita di Saudi..

    —————————————————————–

    Mudah-mudahan para jemaah semuanya bisa pulang ke tanah air sebagai haji mabrur. Dan jemaah perempun sepulangnya beribadah haji semakin taat menjalankan perintah Allah, seperti berhijab, misalnya. Amin.
    Terima kasih.
    Salam.

    Reply

  15. Dewi Yana
    Nov 25, 2009 @ 18:54:17

    Assalamu’alaikum,
    Maaf Pak, saya baru bisa berkunjung sekarang, sedang ada kesibukan yang lumayan banyak.
    ———————————————————————–

    Wa’alaikumussalam,
    Terima kasih banyak Bu sudah menyempatkan mampir ke sini. Mudah-mudahan pekerjaan Ibu berjalan lancar dan sukses.
    Salam.

    Reply

  16. pakwo
    Nov 25, 2009 @ 21:45:32

    Assalamua’alaikum,sungguh mulia sekali hati seorang ibu sehingga di abadikan dalam sejarah

    ————————————————————————–

    Wa’alaikumussalam,

    Semoga para Muslimah bisa meneladani tokoh-tokoh besar perempuan dalam sejarah perkembangan Islam. Amin.
    Terima kasih atas kunjungannya.
    salam.

    Reply

  17. yusupman
    Nov 25, 2009 @ 22:23:25

    Assalamu’alaikum.baru bisa berkunjung lg NichPak..
    kemuliaan seorang ibu bagi anaknya sangat begitu terasa apabila kasih sayangnya di tuangkan dengan ikhlas..posisi ibu derajatnya 3 tingkat di banding ayah,semoga para ibu2 bisa menjadi penopang kesuksesan bapak2nya,dengan derajatnya itu.
    Wassalam
    ————————————————————-

    Wa’alaikumussalam,
    Mudah-mudahan para ibu bisa meneladani perjuangan hidup tokoh-tokoh perempuan dalam sejarah, seperti Hawa, Hajar, Maryam, Khadijah, Aisyah dll. Amin.
    Terima kasih.
    Wassalam.

    Reply

  18. dira
    Nov 26, 2009 @ 15:57:26

    Ibadah haji memang sungguh sarat makna. Dari sisi mana pun kita bisa mengambil pelajaran, termasuk dari sudut peran wanita.. Selamat hari Guru, pahlawan tanpa tanda jasa, tanpa balas jasa…

    ————————————————————–

    Kita berharap para jemaah haji kita dapat terinspirasi oleh makna dan memperoleh pelajaran dari rangkaian prosesi ibadah haji ini.
    Terima kasih, ada yang paling membahagiakan seorang guru yaitu ketika dapat berbagi ilmu dengan murid-muridnya, walaupun ilmunya hanya itu-itu saja.
    Salam.

    Reply

  19. Ahmad Fadholi
    Nov 26, 2009 @ 22:16:15

    Assalamu Alaikum.

    Bloggnya oke … Islam 4 All … Pak Abdul Aziz, Uhanni’ukum bi iidin sa’iid.

    Bagi keluarga, famili,kerabat yang berhaji saya ucapkan : hajjan mabruron, sa’yan masykuuron, wa tijaarotan lan tabuuro.

    oh ya, kenalin dari Solo admin Tsaqofatuna’s Blog mampir.

    Semoga bermanfaat.

    Wassalam.
    ————————————————————

    Wa’alaikumussalam,
    Terima kasih sudah mampir ke sini. Selamat Hari Raya Idul Adha, semoga jemaah haji kita dapat kembali sebagai haji yang mabrur.
    Salam kenal, mudah-mudahan silaturahim kita bisa berlanjut.
    Saya sudah mampir ke Solo, blognya bagus, artkel-artikelnya menarik dan bermanfaat.
    Terima kasih.
    Salam dari Cianjur.

    Reply

  20. tutinonka
    Nov 27, 2009 @ 14:45:02

    Jika kita mengikuti ajaran Islam yang sebenar-benarnya, sesungguhnya wanita dimuliakan dalam Islam. Sayangnya ada beberapa ayat yang sering ditafsirkan secara kurang tepat, sehingga dipergunakan sebagai dasar untuk menekan atau mendudukkan wanita pada posisi yang ‘kalah’ dan terpojok.

    Semoga kita diberi pemahaman yang benar dalam menghayati ajaran agama.

    ——————————————————–

    Dalam ajaran agama Islam, dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul, kedudukan laki-laki dan perempuan sama, orang Arab atau non-Arab sama, tidak ada perbedaan. Hal ini ditegaskan kembali untuk terakhir kalinya oleh Rasulullah SAW dalam khotbahnya di Arafah pada waktu haji wada’. Pemahaman dan implementasi dari ajaran itu yang tidak tepat, tidak sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
    Mudah-mudahan ke depannya bisa lebih baik lagi. Amin.
    Terima kasih Bu.
    Salam buat seluruh keluarga.

    Reply

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

IP
My Popularity (by popuri.us)
%d bloggers like this: