Pengantar :
Artikel ini ditulis oleh Dr Haedar Nashir, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dalam Refleksi harian Republika edisi hari ini, Ahad, 7 Februari 2010. Tulisan ini sangat menarik, karena itu terasa perlu untuk disajikan di sini. Bagaimana tanggapan Anda ?
ALI IBNU AL-MAKMUN AL-ABBAS adalah putra khalifah ternama Abdullah al-Makmun. Dalam usianya yang masih belia, dia termasuk putra mahkota dan sekaligus panglima perang yang tangguh. Dia tinggal di istana yang megah. Suatu kali, dari balkon istananya, sang pangeran melihat seorang tukang kayu yang bekerja keras sepanjang hari. Ketika waktu shalat tiba, si tukang kayu bergegas mengambil air wudhu dan menunaikan rukun Islam yang kedua itu dengan khusyuk.
Suatu kali, putra khalifah itu memanggil tukang kayu yang taat beribadah itu. Ditanyakanlah segala rupa kehidupannya. Berceritalah pekerja kasar itu bahwa dirinya berasal dari keluarga miskin. Dia memiliki tanggungan istri, dua saudara perempuan, dan ibunda yang harus dinafkahinya setiap hari. Dia tiap hari berpuasa di tengah pekerjaan kerasnya dan berbuka dari hasil pekerjaannya yang tak seberapa dengan keluarganya. Dia menjalani kehidupan apa adanya.
Pangeran al-Abbasi lalu bertanya, ”Apakah engkau mengeluh dengan keadaan seperti itu?”
Dijawabnya, ”Tidak. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” Sang pangeran tergetar hatinya menyaksikan kisah hidup si tukang kayu yang miskin, tetapi penuh kepasrahan itu. Akhirnya, putra al-Makmun itu pergi meninggalkan istana untuk menjalani hidup sebagai manusia biasa yang tak punya apa-apa hingga dia meninggal jauh dari kemegahan istana ayahnya.
Al-Makmun sendiri dikenal sebagai khalifah Abbasiyah yang tak haus kuasa. Dia tidak mau mewariskan kekuasaannya kepada anak-anaknya, kendati Ali Al-Abbas layak untuk melanjutkannya. Dia lebih menyerahkan kepemimpinan pada Al-Mu’tashim. Pandangan al-Makmun sangatlah bijak bahwa kekhalifahan bukan milik dirinya dan harus bersifat dinasti.
Dekonstruksi takhta
Muslim yang berpandangan qadariah tentu akan membalik sikap Ali al-Makmun itu. Sebaiknya, dia tetap di istana menjadi khalifah mengganti ayahnya untuk kemudian bekerja keras membangun negeri dan menyejahterakan rakyatnya. Termasuk, menyejahterakan tukang kayu yang miskin itu. Kekuasaan politik itu sangat penting dan strategis melebihi segalanya yang dapat dipakai untuk membangun dan memakmurkan bangsa.
Teori idealnya begitu. Tetapi, kenyataan sering berbanding terbalik. Tidak sedikit mereka yang semula mencita-citakan kebaikan untuk negerinya, setelah berkuasa, lupa daratan lupa lautan. Kekuasaan tidak untuk membangun bangsa dan negara, tetapi untuk menjayakan diri, keluarga, dan kroni-kroninya. Setelah berkuasa, dia malah sewenang-wenang, menyeleweng, dan korupsi dalam segala bentuk. Takhta tidak lagi untuk rakyat, tetapi untuk melanggengkan dinasti diri dan keluarganya. Alih-alih bekerja untuk bangsa, malah banyak mengeluh dan merajuk.
Ali al-Abbasi sekadar menjadi contoh tentang sikap melawan arus gila kuasa. Bukan semata ingin uzlah dari kekuasaan. Banyak sederet kisah hikmah sejenis ini. Para penguasa yang turun takhta dan meninggalkan istana untuk menjadi orang biasa hidup dalam kesahajaan bersama rakyat guna meraih sesuatu yang lebih berharga dan bermakna. Hal ini dilakukan ketika kekuasaan politik tak memberikan keutamaan dan kemuliaan dan ketika istana sekadar menjadi lambang kemegahan dan seribu satu nafsu kuasa yang tak pernah kenyang.
Pikiran praktis memang mengharuskan kekuasaan berkhidmat untuk rakyat. Namun, putra al-Makmun itu sesungguhnya memberikan hikmah tentang jalan makrifat yang mendekonstruksi kekuasaan duniawi. Jika tak akan menjadikan takhta sebagai jalan pengkhidmatan untuk Tuhan dan dunia kemanusiaan, jangan memaksakan diri menjadi penguasa, apalagi berambisi tak kenal henti. Ketika hendak meraih kekuasaan, memang selalu tampak mudah dan ideal. Tetapi, ketika kursi sudah digenggam, yang ada hanyalah asyik masyuk kuasa yang menyala-nyala. Kekuasaan yang setia mengabdi pada dirinya sendiri.
Sebelum menjadi penguasa dan politisi, ia berjanji manis di hadapan publik untuk berkhidmat bagi rakyat. Setelah terpilih, jauh panggang dari api karena sibuknya mengurus mobilitas diri. Gaji besar, fasilitas serbalengkap, dan mewah plus prestise tinggi tidak digunakan untuk sebesar-besarnya memperjuangkan nasib rakyat dan menjayakan negara. Sebaliknya, itu semua untuk kejayaan diri, anak, istri, kerabat, kroni, dan lingkungannya dalam sangkar besi politik dinasti.
Kekuasaan hanya untuk mengambil, bukan memberi. Politik pun itu mengejar takhta dan juga harta. Lalu, terjadi persenyawaan paling primitif. Takhta mendatangkan harta. Harta pun melipatgandakan kuasa. Akhirnya, para idealis pun berubah wajah setelah bermahkota dan bertumpuk harta menjadi pengejar nilai serbaguna yang lupa cita-cita. Apa pun yang mendatangkan kegunaan disambarnya demi melanggengkan kuasa dan tumpukan harta. Menjadi pemulung takhta dan harta yang tak berkesudahan di kala muda ataupun tua. Alha-kum at-takatsur, engkau berlomba-lomba saling memperbanyak kuasa dunia dan tak akan pernah berhenti sampai ajal memaksa tiba.
Raih keutamaan
Al-Abbas mirip Abduh dalam memandang kekuasaan. ”Aku berlindung dari politik dan apa-apa yang terkait dengannya,” begitulah ratap kecewa mujadid Muhammad Abduh setelah lelah terlibat dalam pergumulan politik dengan Jamaluddin Al-Afghani yang dihadapkan pada gelora tipu daya penguasa yang diusungnya bersama. Teologi tengahan tentu mengajarkan bagaimana menjadi berkuasa dan memberi maslahat bagi orang banyak. Hal yang satu ini tentu mulia untuk diamalkan karena dunia ini memerlukan orang-orang cerdas dan bijak untuk memakmurkannya.
Jika orang-orang alim tidak mau berkuasa, jangan salahkan orang zalim yang bertakhta. Begitulah pendapat Jalaluddin Rumi. Namun, masalah kekuasaan tidak selinier itu. Tidak sedikit orang-orang alim sering berubah perangai menjadi zalim atau lalai setelah berkuasa. Setelah bertakhta, mereka menjadi lupa cita-cita. Kekuasaan hanya memperbesar libido kuasa yang bersarang dalam dirinya untuk terus menjadi sosok berkuasa. Kursi kuasa pun tak memberinya makna, apalagi hikmah bagi kehidupan. Itulah paradoks kekuasaan.
Al-Abbas dan Abduh sebenarnya sedang mengajarkan dunia lain, yakni keutamaan hidup, al-fadhilah fi al-hayat. Baik memangku maupun tidak memangku takhta bagaimana mewujudkan nilai-nilai utama dalam hidup. Kejujuran, kesahajaan, kebaikan, keadilan, amanah, kesatriaan, kecerdasan, kearifan, dan nilai-nilai utama lainnya. Nilai utama lain yang tak kalah pentingnya ialah sikap qana’ah atau cukup dengan yang dimiliki secara halal dan baik. Sekaligus tidak terjebak pada sikap tak pernah kenyang alias serakah.
Keserakahan adalah bentuk ghulul (ekstrem) dalam hidup. Jika memperoleh amanah, tunaikan sepenuh pengabdian. Tapi, jangan berperangai tak pernah kenyang dengan kedudukan, apalagi yang tak memberi kemaslahatan.
Ali al-Abbas mengajarkan hikmah mendekonstruksi nafsu serakah dalam kekuasaan. Sikap cinta kuasa (love of power) tak kenal henti. Seluruh ruang hidup dihabiskan untuk mengejar takhta dan kemegahan istana, baik formal maupun kuasa sosial. Putra al-Makmun itu telah membanting harga kuasa politik ke titik terendah. Jangankan takhta yang biasa, bahkan istana megah pun dia tinggalkan tanpa rasa sungkan. Inilah sosok manusia merdeka yang berhasil keluar dari jeratan ta-lih ‘an al-siyasiyah, menuhankan segala kuasa politik. Persis ketika Ibrahim menghancurkan seluruh berhala dan menyisakan satu untuk digantungi kapak di lehernya sebagai bentuk dekonstruksi segala berhala kehidupan yang sering membelenggu manusia dan melupakan Tuhannya.
Logika syukur tentu perlu dihadirkan. Selagi Tuhan masih memberi takhta dunia, gunakanlah mandat itu dengan sepenuh hati dan kesungguhan ikhtiar yang optimal. Jangan seperti kerbau kekenyangan, apalagi menjadi rubah yang selalu lapar kuasa. Percayalah, kekuasaan itu ada batasnya. Begitu pula jalan hidup, pasti ada terminal akhir. Selagi Tuhan masih memberi kesempatan, berkhidmatlah sepenuh jiwa raga. Namun, manakala tak membuahkan rahmat, apalagi banyak mengundang fitnah, tak ada salahnya menentukan stasiun terakhir dalam rihlah kuasa di ranah mana pun. Apalah artinya kuasa dan istana manakala tak memberi makna bagi kehidupan orang banyak. Itu malah menjadi gunjingan khalayak. Bila perlu, hidup tanpa mahkota laksana resi untuk menjadi pencerah umat manusia nan sejati.
Gambar © Google
Posted by Abdul Aziz on February 7, 2010 | 23:52
Feb 08, 2010 @ 10:23:44
Allahumaj’al Dunnya fi Yadayya wa laa Taj’ali ddunnya fi qolbi kira-kira begitu bunyi sebuah do’a.
Kalau tidak salah tulis artinya adalah doa yang memhon agar dunia itu hanya berada di tangan tapi bukan di hati.
Sangat berrmanfaat postnya mas..salam hangat selalu
——————————————————————————————
Feb 08, 2010 @ 12:35:42
postingnya sangat menarik.., sekarang ini kita tidak bisa lagi mencari pemimpin seperti; Ali Ibnu al-Makmun al-Abbas yang bisa mendengarkan suara rakyatnya, dan tak rakus dengan kekuasaan. berbeda dengan zaman sekarang. rakyat hanya diperbudak oleh pemerintah, dan selalu ingin menjadi pemimpin. hal ini bisa di lihat jika masih ada kesempatan untuk maju memjadi pemimpin ia akan maju, walau ia sebelumnya sudah dinilai gagal dalam kepemimpinannya.
——————————————————————————–
Feb 08, 2010 @ 13:07:37
bener kang, keikhlasan, kesabaran, ketafakuran, sampe sekarangpun sy msh jg blm cukup2 pengetahuan tentang ini. makin di telusuri, makin dalam maknanya.
semoga kita tetap diingatkan bahwa semua yg ada saat ini di kita hanya titipan, semoga jg yg sering & sudah lupa segera diingatkan ya kang, artikelnya bikin adem ini… ^^
————————————————————————————
Feb 08, 2010 @ 19:04:47
apalagi blue yg notabennya bukan bidangnya but blue setuju dengan comandnya kang cantigi
salam hangat dari blue
—————————————————————————————–
Feb 08, 2010 @ 16:53:33
Gila kekuasaan tak hanya menjagkiti orang-orang yang sedang menduduki kekuasaan saja, tapi juga terjadi pada rakyat yang sedang berambisi menginginkan kekuasaan, pada kelompok2 yg ingin mengambil alih kekuasaan, pada para demonstran yang suka menghujat penguasa, dan pada para pemuja hawa nafsu.
Semoga ALLAH menyelamatkan kita dari hal itu dan memberi kita hidayah untuk meraih kemuliaan tertinggi menurut ALLAH, yaitu TAQWA kepada ALLAH, dimana kenikmatannya takkan dapat direbut oleh para raja.
———————————————————————————–
Feb 08, 2010 @ 16:54:22
Subhanallah. saya pernah membaca kisah sejarah ini. Dan setiap tindakan dipilih oleh pelakunya, tentu, dengan alasan tertentu yang hanya diketahui oleh yang bersangkutan. Apapun itu, itu adalah sebuah kebajikan, dan sangat indah jika jiwa sederhana itu dimiliki oleh pemuda masa kini.
——————————————————————————-
Feb 08, 2010 @ 22:40:27
Assalamualaikum Wr Wb.
Tks atas kunjungannya pak, saya sudah pasang link blog bapak pada thanks 4 link
————————————————————————————-
Feb 08, 2010 @ 23:15:52
assalamualaikum Wr Wb,
Tks atas kunjungannya pak, saya sudah pasang link blog bapak pada thanks
—————————————————————–
Feb 09, 2010 @ 07:22:41
sangat mengena.. kekuasaan adalah amanah… kekuasaan adalah alat untuk mensejahterakan umat, bukan untuk memperkaya diri dan memperkuat kroni.. semoga kisah ini bisa menjadi teladan para pemimpin…
sedj
———————————————————————————
Feb 09, 2010 @ 09:44:19
terima kasih Pak Aziz utk tulisan yg sangat inspiratif ini.
Semoga kita dapat menyadari bahwa dunia ini hanya sementara dan hanya berada di tangan saja, bukan di hati, krn di hati itu adalah tempatnya takwa.
salam.
——————————————————————————————-
Feb 09, 2010 @ 12:35:45
assalamualaikum
tulisan yang sangat bermanfaat dan membuat kita kembali ingat dan sellu ingat akan tuhan
berkunjung n ditunggu kunjungn baliknya hehhe makasih 😀
————————————————————————–
Feb 09, 2010 @ 14:11:41
blogwalking….
pakde mo nanyak nich, itu kan ada forum`e konsultasi agama, bebas topic ea ttg apa? ttg fiqih bs boleh ndak konsultasi?tanyak gt mksde…
sblme matur tengkyu ea…
salam sayank
———————————————————————————–
Feb 11, 2010 @ 18:10:46
oowgh begitu ea…okey dech sebelumnya makasih ea.
eh iya ada yg lupa, aku bukan orang sunda pakde, orang kediri aja ^^ hehehe jauh ea 😀
gud luck ea..
salam sayank
———————————————————————————-
Feb 09, 2010 @ 14:51:22
kekuasaan memang bukan segalanya, masih ada Allah yang menguasai alam semesta. dan kekuasaan tidak dibawa ke liang kubur
———————————————————————————-
Feb 09, 2010 @ 16:55:04
wow…Subahanallah, kapan lagi ya ada seseorang layaknya Ali Ibnu al-Makmun al-Abbas, masikah ada??
yg ada malah bnyknya pemimpin yg makin memperkaya diri dan tidak memperdulikan rakyatnya 😦
terimaksi pak azis atas artikelnya,,
——————————————————————————-
Feb 09, 2010 @ 21:01:58
halo… salam kenal ya kawan
———————————————————————
Feb 10, 2010 @ 00:08:13
kunjungan perdana ,saya suka blog2 islami,insya Allah akan saya baca2 artikel2nya disini… terimakasih atas kunjungannya ya mas.
————————————————————————————–
Feb 10, 2010 @ 02:24:55
sebuah refleksi yang menarik dan mencerahkan, mas azis. semoga ini dibaca oleh kaum elite kita yang tak henti2nya gontok2an demi mempertahankan tahta, istana, dan kekuasaan. ternyata tdk mudah utk menemukan penguasa yang benar2 amanah.
—————————————————————————
Feb 10, 2010 @ 18:01:07
Kunjungan disore hari, menantikan kedatangan warna kehidupan berubah menjadi gelap penuh dengan keindahan, salam D3pd…untuk mengunjungi istananya…
———————————————————————————————–
Feb 10, 2010 @ 18:06:49
Apalah artinya kuasa dan istana manakala tak memberi makna bagi kehidupan orang banyak. Itu malah menjadi gunjingan khalayak. Bila perlu, hidup tanpa mahkota laksana resi untuk menjadi pencerah umat manusia nan sejati.
Leres pisan Kang… Indah bener kata-katanya….
——————————————————————————————-
Feb 10, 2010 @ 18:12:51
Saur urang sunda mah “Nu batur hayang ku dewek, nu dewek komo deui beuki dikeukeuweuk”… potret manusa sarakah… Ketika diberi kesempatan jadi penguasa sarakah na tambah kabina-bina… Astagfirulloh…
———————————————————————————
Feb 10, 2010 @ 18:14:55
Hatur nuhun pencerahanna… Salam baktos Kanggo Kang Abdaz sareng kulawargi… Punten bade uih heula nyaa… Manggaaa……..
—————————————————————————
Feb 10, 2010 @ 20:05:45
Kekuasaan yang diraih dengan menghalalkan berbagai macam cara bagaimana mungkin menghasilkan kebaikan. Semoga mereka yang hingga saat ini masih silau dengan harta segera memperoleh hidayah.
————————————————————————————-
Feb 10, 2010 @ 22:22:23
ingat tahta, wanita, harta godaan umat manusia di dunia siapa yang bisa mengendalikan, insya alloh akan menuai kebahagiaan lahir batin
———————————————————————————-
Feb 11, 2010 @ 09:11:28
kang maw coment sedikit ne, aq boleh minta g kisi2 untuk membangun rumah tangga yang sakinah,mawadah,warohmah? mohon bantuanya ya kang….
———————————————————————————————-
Feb 11, 2010 @ 14:19:30
Kekusaan memang dekat dengan ujian, dan banyak orang yang tak mampu lulus dengan ujian ini.
———————————————————————————–
Feb 11, 2010 @ 14:24:25
numpang menyimak membaca utk meraih ilmuNya pak 😀
————————————————————————————
Feb 11, 2010 @ 17:33:27
Assalamu’alaikum, segala sesuatu didunia ini hanya sementara, hanya ujian, jangan sampai kita tertipu dengan gemerlapnya, kehidupan akhiratlah yang abadi. (Dewi Yana)
——————————————————————————————-
Feb 11, 2010 @ 21:44:15
Saya jadi ingat sahabat saya yang meninggalkan istananya dan masuk pesantren untuk mencari ALLAH dengan khusu.
———————————————————————————
Feb 12, 2010 @ 08:52:01
Terimakasih Pak atas .penuturannya
Tambah ilmu nih
Wassalam 😛
————————————————————————————-
Feb 12, 2010 @ 08:56:21
Salam sukses selalu Pak..
Terimakasih atas artikelnya Pak,mantap
—————————————————————————
Feb 12, 2010 @ 09:32:29
seandainya saja di Indonesia ada yang seperti itu, tidak haus kekuasaan, tidak rakus akan harta pastilah negeri ini jaya…
semoga saja ada pemimpin yang seperti itu dikemudian hari untuk memimpin Indonesia
————————————————————————————
Feb 12, 2010 @ 10:27:54
saya juga pernah baca ada seorang Istri dan anaknya yang meninggalkan kekuasaan Istana suaminya yang diangkat jadi Penmimpin, dan memilih hidup sederhana dan beribadah kepada ALLAH dengan baik dan zuhud. Anaknya yang menjadi seorang pemuda itu hanya bekerja seadanya dan menggunakan hidupnya tuk beribadah pada ALLAH.
———————————————————————————–
Feb 12, 2010 @ 11:14:43
Sebenarnya, dgn memegang kekuasaan..akan lebih banyak yg bisa dilakukan. Misalnya, utk membantu mereka2 yg nasibnya masih jauh dari kemapanan. Namun kadang gemerlap dunia menjadikan lupanya tujuan utama dan mulia tersebut. Semoga jiwa2 para pemimpin kita, mau dan bisa menerima pencerahan dariNya. Agar mampu membimbing serta membawa umat ke jalan kehidupan yg lebih baik.
Salam hangat dan damai selalu..
————————————————————————————————
Feb 12, 2010 @ 20:34:48
Insyaallah, kebaikanmembawa kepda kebaikan.
berbagi artikel ini sangat bermanfaat untuk memperluas wawasan
🙂
http://ipiems.com
—————————————————————————————
Feb 12, 2010 @ 21:50:00
Berkunjung balik…
—————————————————————-
Feb 13, 2010 @ 06:39:49
mudah-mudahan para pemimpin bangsa kita dapat mengambil hikmah dari penuturan ini, Amin.
————————————————————————————————–
Feb 13, 2010 @ 12:31:30
Salam sehat buat sahabatku, semoga di akhir pekan ini senantiasa diberikan kebahagiaan, cinta dan kedamaian selalu
Salam hangat dari ruanghati yang terdalam
——————————————————————————————-
Feb 13, 2010 @ 19:53:49
Have a nice day, undangan penuh kebahagiaan di hari yang ke-56 Ayah tercinta, salam D3pd 😀
—————————————————————————————————
Feb 13, 2010 @ 22:54:24
Semoga Allah selalu memberi kita Hidayah-Nya bagaimanapun keadaan dunia kita.
Dan Pamit Dulu Entah Sampai Kapan
———————————————————————————————
Feb 14, 2010 @ 23:23:32
Assalamu ‘Alaikum
Selamat Malam Sahabat, Mohon maaf baru sempat bershilaturrahmi lagi, beberapa hari ini gak bisa kemana-mana. Ada pekerjaan kejar tayang yang memerlukan perhatian khusus.
Salam persahabatn slalu dari Kota Hujan.
Mohon Maaf belum bisa komen, hanya sekedar berkunjung.
Salaaaam
———————————————————————————————
Feb 14, 2010 @ 23:35:18
Dengan selalu mensyukuri nikmat-Nya, meninggalkan apapun selama tidak meninggalkan ibadah yang siyari’atkan Allah akan ikhlas.
————————————————————————————
Feb 17, 2010 @ 10:15:04
Sesungguhnya Tuhan YME telah menganugerahkan bakat dan hasrat untuk memperbaiki hidup kepada setiap umatNya. Bukan berpasrah mutlak pada keadaan yang dikehendaki Tuhan, melainkan berpasrah dengan karunia yang ada untuk tetap memuliakan Tuhan dengan perbuatan baik dan amal, sehingga Tuhan pun akan melanggengkan dan melipatgandakan rizkinya 🙂
Salam bentoelisan
Mas Ben
———————————————————————————————–
Feb 27, 2010 @ 04:26:13
kisah-kisah yang dapat membangkitkan kesadaran kita
—————————————————————————
Apr 06, 2010 @ 09:29:29
i like the name of this khalifah abdullah Al-Makmun.
i use this name for my son
————————————————————
Apr 14, 2010 @ 22:22:01
Salam Kenal, artikelnya memberi pencerahan pada kami Dapatkan informasi lowongan pekerjaan terbaru di informasi lowongan kerja
————————————————-
Apr 30, 2010 @ 18:41:59
pengen tahu kelanjutan ceritanya…
————————————————————————-
Jul 15, 2010 @ 15:42:34
enak banget baca artikelnya, pikiran jadi tenang
———————————————-
Dec 06, 2010 @ 22:37:05
Ia hidup dalam kesederhanaan. Ia meninggalkan istana untuk menunjukkan menentang arus gila kuasa. Walaupun sebenarnya ia lebih baik tetap saja di istana dan memimpin negara dengan lebih baik untuk mensejahterakan rakyat, termasuk tukang kayu yang miskin itu.
Terima kasih.
Dec 29, 2010 @ 10:34:42
Sesungguhnya Tuhan YME telah menganugerahkan bakat dan hasrat untuk memperbaiki hidup kepada setiap umatNya. Bukan berpasrah mutlak pada keadaan yang dikehendaki Tuhan, melainkan berpasrah dengan karunia yang ada untuk tetap memuliakan Tuhan dengan perbuatan baik dan amal, sehingga Tuhan pun akan melanggengkan dan melipatgandakan rizkinya
Apr 10, 2011 @ 11:14:11
postingnya sangat menarik.., sekarang ini kita tidak bisa lagi mencari pemimpin seperti; Ali Ibnu al-Makmun al-Abbas yang bisa mendengarkan suara rakyatnya, dan tak rakus dengan kekuasaan. berbeda dengan zaman sekarang. rakyat hanya diperbudak oleh pemerintah, dan selalu ingin menjadi pemimpin. hal ini bisa di lihat jika masih ada kesempatan untuk maju memjadi pemimpin ia akan maju, walau ia sebelumnya sudah dinilai gagal dalam kepemimpinannya.
Apr 30, 2011 @ 08:57:27
Dengan selalu mensyukuri nikmat-Nya, meninggalkan apapun selama tidak meninggalkan ibadah yang siyari’atkan Allah akan ikhlas.
May 20, 2011 @ 12:45:15
Assalamu ‘Alaikum
Selamat Malam Sahabat, Mohon maaf baru sempat bershilaturrahmi lagi, beberapa hari ini gak bisa kemana-mana. Ada pekerjaan kejar tayang yang memerlukan perhatian khusus.
Salam persahabatn slalu dari Kota Hujan.
Mohon Maaf belum bisa komen, hanya sekedar berkunjung.
Salaaaam