Teman-teman Sang Rasul

SEEING is Believing, kata orang sana. Walaupun tidak selalu benar, bila seseorang melihat sesuatu lebih memungkinkan bagi dia untuk mempercayainya. Karena ia secara langsung akan dapat memperhatikan hal tersebut dan akan lebih memiliki potensi untuk bisa mempengaruhi persepsi, pemikiran, dan keyakinannya.

Seorang yang dengan puncak kemarahannya berniat untuk membunuh Nabi SAW, tapi ketika bertemu dengan beliau dan menyaksikan sesosok manusia dengan keluhuran akhlaknya, kelembutan tutur katanya dan smiling face –nya, ia langsung menyatakan diri untuk menjadi seorang Muslim.

Seorang pengemis Yahudi di Madinah yang tidak dapat melihat, setiap hari mendapat sentuhan kasih Rasulullah SAW yang dengan setianya membawa makanan dan menyuapinya. Pengemis ini dengan penuh kebencian menyatakan niatnya untuk membunuh sang utusan Allah itu. Pada hal ia menyatakan hal itu kepada orang yang menjadi sasaran kebenciannya, tapi beliau tetap datang memberikan makanan kepadanya.

Suatu hari si pengemis merasakan ada sesuatu yang berbeda. Ia merasakan kehilangan sentuhan kasih yang lembut dari orang yang biasa memberinya makanan. Ia yakin hari ini yang datang bukan orang yang biasa setiap hari mendatanginya. Ia kemudian bertanya kemana orang yang biasa datang setiap hari itu.

Orang yang menemui dan ditanya pengemis itu  adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, ia menggantikan Rasulullah SAW. Abu Bakar memberitahukan bahwa yang biasa datang itu sudah meninggal dan ia adalah Nabi Muhammad SAW. Dan si  pengemis pun masuk Islam.

Mereka mengenal sosok Rasulullah secara langsung, merasakan sendiri kelembutan dan ketulusan hatinya, merasakan sendiri sentuhan kasih sayangnya dengan tutur bahasanya yang enak di telinga dan di hati , sehingga mereka tertarik dengan ajaran yang dibawa Rasulullah.

Walaupun demikian tidak sedikit yang menolak ajaran yang dibawa beliau dengan berbagai alasan, terutama alasan bisnis dan status sosial.

Bila mereka menerima Islam, tentu kepentingan bisnisnya akan terganggu. Kota Makkah pada waktu itu sudah menjadi pusat bisnis di kawasan itu. Makkah banyak dikunjungi orang-orang dari seluruh penjuru.

Status sosial yang mereka nikmati juga akan terganggu, karena Islam sangat mengahargai kesamaan derajat. Mereka kalau masuk Islam harus mengakui hak-hak dan derajatnya sama dengan rakyat biasa, bahkan dengan budak-budak yang mereka miliki.

Ibnu Abbas mengisahkan, Nabi Muhammad SAW berkata, “Tahukah kalian, siapa yang imannya paling menakjubkan Allah?”

Mereka menjawab,”Tentu saja, Malaikat, wahai Rasulullah”.

“Itu jelas. Bagaimana para Malaikat tidak beriman kepada Allah, sedang mereka tahu apa yang diperintahkan-Nya,” jawab Nabi.

Para sahabat meneruskan,”Para nabi Allah, wahai Rasulullah.”

“Bagaimana para Nabi tidak beriman kepada Allah, sedangkan Jibril datang kepada mereka dengan perintah-Nya.”

“Para sahabat Baginda, wahai Rasulullah.”

“Bagaimana para shabatku tak beriman kepada Allah, sedang mereka menyaksikan mukjizatku, dan aku selalu memberitahukan wahyu-wahyu yang kuterima.”

Para sahabat adalah orang yang pernah hidup bersama Nabi SAW atau sekurang-kurangnya pernah bertemu beliau, dan ia adalah seorang Muslim dan meninggal sebagai seorang Muslim.

Kemudian Nabi SAW melanjutkan,”Orang yang imannya sangat menakjubkan adalah mereka yang datang setelah aku, beriman kepadaku, padahal mereka tidak pernah melihatku. Mereka membenarkan aku padahal tak  kenal aku. Mereka itulah teman-temanku”.

Di dalam hati kita tentu bertanya-tanya, apakah kita sudah menjadi teman beliau. Kita akan bisa memberikan jawaban masing-masing walau tidak terucapkan. Bagaimana jawaban Anda ?

***

Pic © peperonity.com/Google

Cianjur, Kamis, 25 Februari 2010 | 23 : 03