KH Abdullah bin Nuh, Ulama Pejuang dari Tanah Cianjur


Yayasan Pendidikan Islam Al-I'anah Cianjur, almamater KH Abdullah bin Nuh.

Dalam masa revolusi fisik, KH Abdullah bin Nuh tercatat menjadi salah seorang pendiri Sekolah Tinggi Islam, yang kini dikenal dengan Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

∞∞∞

BANGSA Indonesia memiliki sejumlah tokoh atau pelaku sejarah yang memiliki peran besar dalam perjuangan dan kemerdekaan bangsa ini. Namun, tak sedikit di antara mereka yang masih terpinggirkan atau belum terekam dalam panggung sejarah nasional maupun lokal. Satu di antara tokoh yang terlupakan oleh catatan sejarah adalah KH Abdullah bin Nuh, seorang ulama besar asal Cianjur.

Dalam makalahnya yang berjudul ”Mengenal Perjuangan KH Abdullah bin Nuh”, Drs Reiza D Dienaputra M Hum, mengungkapkan, nama Abdullah bin Nuh seakan tenggelam oleh nama-nama besar, seperti Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, KH Achmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari, KH Zaenal Mustafa (Singaparna), Ir Soekarno, Mohammad Hatta, Tuanku Imam Bonjol, dan Buya Hamka.

Padahal, menurut Lektor Kepala pada Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran (Unpad) ini, dari perjalanan sejarah yang telah dilalui oleh tokoh ini, KH Abdullah bin Nuh sangat layak dicatat dan dikenang dengan baik sebagai salah seorang tokoh pejuang dalam pentas sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Mengingat, telah banyak peran positif yang diberikan dan dimainkan oleh KH Abdullah bin Nuh, baik di era sebelum kemerdekaan maupun sesudah kemerdekaan.

Siapa sebenarnya sosok ulama pejuang satu ini? Menurut guru besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Prof Dr Susanto Zuhdi M Hum, nama KH Abdullah bin Nuh cukup dikenal luas di masyarakat Jawa Barat, terutama mereka yang berasal dari kalangan pesantren maupun kampus. Almarhum KH Abdullah bin Nuh sampai akhir hayatnya pada 1987, bermukim di Kota Paris, Jalan Dr Semeru, Bogor.

Mama, demikian panggilan hormat para santri kepada tokoh ulama pejuang yang dilahirkan di Kampung Bojong Meron, Kota Cianjur, pada 30 Juni 1905. Ayahnya bernama Raden H Mohammad Nuh bin Idris dan ibunya Nyi Raden Aisyah bin Raden Sumintapura. Kakek almarhum dari pihak ibu adalah seorang wedana di Tasikmalaya.

Di masa kanak-kanak, Abdullah dibawa bermukim di Makkah selama dua tahun. Di Tanah Suci ini Abdullah tinggal bersama nenek dari KH Mohammad Nuh, bernama Nyi Raden Kalipah Respati, seorang janda kaya raya di Cianjur yang ingin wafat di Makkah.

Sekembali dari Makkah, Abdullah belajar di Madrasah Al-I’anah Cianjur yang didirikan oleh ayahandanya. Kemudian, ia meneruskan pendidikan ke tingkat menengah di Madrasah Syamailul Huda di Pekalongan, Jawa Tengah. Bakat dan kemampuan Abdullah dalam sastra Arab di pesantren ini begitu menonjol. Dalam usia 13 tahun, ia sudah mampu membuat tulisan dan syair dalam bahasa Arab. Oleh gurunya, artikel dan syair karya Abdullah dikirim ke majalah berbahasa Arab yang terbit di Surabaya.

Setamat dari Syamailul Huda, ia melanjutkan pendidikan ke Madrasah Hadramaut School di Jalan Darmo, Surabaya. Di sekolah ini, menurut Reiza, ia tidak hanya menimba ilmu agama, tetapi juga digembleng gurunya Sayyid Muhammad bin Hasyim dalam hal praktek mengajar, berpidato, dan kepemimpinan (leadership). Saat menimba ilmu di sini pula, ia diberi kepercayaan untuk menjadi guru bantu.

Antara tahun 1926 dan 1928, Abdullah diajak gurunya Sayyid Muhammad bin Hasyim ke Kairo untuk melanjutkan pendidikan di bidang ilmu fikih di Universitas Al-Azhar. Selepas menyelesaikan pendidikan di Kairo, Abdullah kembali ke kampung halamannya dan mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Nyi Raden Mariyah (Nenden Mariyah binti R Uyeh Abdullah), yang terbilang masih kerabat dekatnya.

Kiprah sang ulama

Namun, diakui Prof Susanto, belum banyak sumber yang tergali dalam masa dekade 1930-an hingga masuknya tentara Jepang ke Jawa pada 1942 untuk menggambarkan berbagai aspek kehidupan Abdullah dan keluarganya. Bisa jadi satu-satunya buku yang pernah merekam seluruh peristiwa dalam kehidupan KH Abdullah hingga saat ini, menurut Reiza, adalah buku Api Sejarah karya Ahmad Mansur Suryanegara.

Dalam buku Api Sejarah ini disebutkan bahwa sejak tinggal kembali di Cianjur, Abdullah banyak mengaktivitaskan diri pada kegiatan-kegiatan pengajaran keagamaan yang berlangsung di Cianjur dan Bogor. Pada 1934, ia mulai terlibat dalam mengorganisasi lembaga pendidikan ketika ia diangkat menjadi pengurus (ketua dewan guru/direktur) Madrasah Penolong Sekolah Agama (PSA), yang didirikan oleh RH Manshur. Di luar itu, dia secara tidak langsung juga aktif dalam Sarekat Islam. Dalam organisasi pergerakan ini, ia ditunjuk sebagai korektor percetakan Ihtiar.

Masuknya Jepang ke Indonesia pada 1942, secara perlahan tapi pasti mendorong Abdullah bin Nuh untuk tidak sekadar berkiprah di bidang keagamaan. Ia pun terlibat dalam medan perjuangan, dengan menjadi anggota Pembela Tanah Air (PETA). Karena, pemerintah kolonial Jepang saat itu mengharapkan dukungan dari umat Islam, maka untuk posisi komandan batalyon (Daidancho) ditempati oleh mereka yang berasal dari kalangan ulama atau kiai.

Dengan peran yang dimilikinya di tengah masyarakat Muslim Cianjur, Bogor, dan Sukabumi, maka oleh pemerintah Jepang, Abdullah bin Nuh kemudian ditunjuk sebagai Daidancho yang membawahkan ketiga wilayah tersebut. Aktivitas Abdullah di dalam PETA dalam perkembangan selanjutnya membawanya banyak terlibat dalam kegiatan di tingkat nasional, terutama setelah Indonesia meraih kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Selepas kemerdekaan, Abdullah bin Nuh diangkat menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sebuah badan pemerintah yang didirikan pada 23 Agustus 1945, bersamaan dengan pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Di luar itu, Abdullah juga diangkat menjadi pimpinan BKR untuk wilayah Cianjur.

Kiprah KH Abdullah di tingkat nasional menjadikannya sebagai tokoh yang sangat diperhitungkan. Tidak hanya oleh kawan-kawan seperjuangannya, tetapi juga oleh Belanda yang kembali masuk Indonesia, dengan membonceng NICA. Ia pun menjadi salah seorang tokoh yang hendak diciduk oleh Belanda.

Ketika ibu kota negara pindah ke Yogyakarta pada 4 Juni 1946, ia pun turut serta hijrah ke Yogyakarta, sekaligus menghindari upaya penangkapan oleh Belanda. Di ibu kota negara yang baru ini, kiprah KH Abdullah pun terekam tidak hanya di bidang pemerintahan, tetapi juga di bidang lainnya. Ia merupakan penggagas Siaran Bahasa Arab pada RRI Yogyakarta.

Dalam masa revolusi fisik ini, ia juga tercatat menjadi salah seorang pendiri Sekolah Tinggi Islam, yang kini dikenal dengan Universitas Islam Indonesia (UII). Dalam masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan ini, ia menikah kembali. Perempuan yang dinikahinya adalah Mursyidah binti Abdullah Suyuti, yang merupakan salah seorang murid KH Abdullah di STI. Dari pernikahannya dengan Mursyidah, ia dikaruniai enam orang anak. Sementara dari pernikahannya dengan istri pertamanya, Nyi Raden Mariyah, ia mendapatkan lima orang anak.

Masa perjuangan kemerdekaan dilalui KH Abdullah hingga 1950 di Kota Yogyakarta. Kemudian, ia dan keluarganya memutuskan untuk hijrah ke Jakarta, dan menjalani kehidupan di Ibu Kota ini hingga tahun 1970. Setelah itu, ia kemudian pindah dan menetap di Bogor hingga akhir hayatnya. Ulama pejuang asal Cianjur ini wafat pada 26 Oktober 1987, setelah kurang lebih 17 tahun bermukim di Bogor dan mengabdikan ilmu agamanya bagi masyarakat sekitar.

Saat tinggal di Bogor, ia mendirikan sebuah majelis taklim bernama Al-Ghazali. Majelis yang berkembang menjadi sebuah yayasan pendidikan ini hingga kini masih berdiri dengan dipimpin oleh putra bungsunya, KH Mustofa. Yayasan Al-Ghazali tidak hanya menyelenggarakan kegiatan pengajian rutin, tetapi juga membuka madrasah dan sekolah Islam dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) hingga menengah atas.

Karya Sang Ulama

Sepanjang kariernya, KH Abdullah bin Nuh pernah menulis buku, baik dalam bahasa Indonesia maupun Arab. Karyanya yang terkenal adalah Kamus Indonesia-Arab-Inggris yang disusun bersama Oemar Bakry.

Karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab antara lain al-Alam al-Islami (Dunia Islam), Fi Zilal al-Ka’bah al-Bait al-Haram (Di Bawah Lindungan Ka’bah), La Taifiyata fi al-Islam (Tidak Ada Kesukuan Dalam Islam), Ana Muslim Sunniyyun Syafi’iyyun (Saya Seorang Islam Sunni Pengikut Syafii), Mu’allimu al-‘Arabi (Guru Bahasa Arab), dan al-Lu’lu’ al-Mansur (Permata yang bertebaran).

Adapun karangannya yang ditulis dalam bahasa Indonesia adalah Cinta dan Bahagia, Zakat Modern, Keutamaan Keluarga Rasulullah SAW, dan Sejarah Islam di Jawa Barat Hingga Zaman Keemasan Banten serta sebuah buku berbahasa Sunda, Lenyepaneun (Bahan Telaah Mendalam).

Adapun karya terjemahan dari kitab Imam al-Ghazali adalah Minhaj al-Abidin (Jalan Bagi Ahli Ibadah), Al-Munqiz Min al-Dalal (Pembebas dari Kesesatan), dan al-Mustafa li ManLahu Ilm al-Ushul (Penjernihan bagi Orang yang Memiliki Pengetahuan Ushul). •••

Oleh : Nidia Zuraya
ed : syahruddin e
Sumber : Islam Digest, Republika, Ahad, 16 Mei 2010

Source URL : http://koran.republika.co.id/koran/153/11/KH_Abdullah_bin_Nuh_Ulama_Pejuang_dari_   Tanah_Cianjur

Cianjur, Selasa, 18 Mei 2010 | 20 : 34

21 Comments (+add yours?)

  1. Trackback: KH Abdullah bin Nuh Memenuhi Syarat sebagai Calon Pahlawan Nasional « Islam4All
  2. Keping Hidup
    May 19, 2010 @ 21:02:35

    Beliau banyak menulis dan menterjemahkan buku ya pak.. semoga buku2nya terus dibaca dan menjadi amal baik amiin

    ——————————————

    Buku-bukunya sekarang sudah sulit diperoleh, sudah tidak diterbitkan lagi. Mungkin karena sekarang buku-buku baru tentang agama , baik yang tulisan asli maupun terjemahan sangat banyak dan sering sekali diterbitkan. Dan menjadi bestseller.

    Terima kasih.

    Reply

  3. kang ian
    May 19, 2010 @ 22:25:13

    pahlawan yang tidak terkenal y pak..
    mungkin hanya jasanya saja yang hingga kini terkenang 🙂

    ——————————————-

    Di luar Cianjur dan Bogor ia tidak begitu dikenal, dan luput dari perhatian sejarawan di luar jawa Barat. Tapi sekarang pemkab. Cianjur sedang berusaha untuk mengusulkannya menjadi Pahlawan Nasional mengingat jasa-jasanya yang besar bagi negeri ini.

    Terima kasih.

    Reply

    • kang ian
      May 20, 2010 @ 13:48:32

      owh begitu..
      ya semoga saja..
      untuk mengenang jasa2 beliau y ^^

      ——————————————–

      Ya semoga semua jasa-jasanya dikenang.

      Reply

  4. zipoer7
    May 20, 2010 @ 13:08:12

    Salam Takzim
    Perjuangannya hampir sama dengan KH. Ahmad Dahlan ya pak, hanya sayang kita kurang ikut sebagai pemerhati pejuang seperti pak KH Abdullah bin Nuh
    Salam Takzim Batavusqu

    ———————————————-

    Sebagai seorang pejuang beliau memang kurang banyak ditulis dalam sejarah perjuangan bangsa kita.
    Terima kasih.
    Salam

    Reply

  5. aresaja
    May 20, 2010 @ 15:17:28

    perjuangan yang luar biasa….

    —————————————————-

    Sebuah perjuangan yang seharusnya kita hargai. Sebagai sebuah bangsa yang besar kita berkewajiban menghargai jasa-jasa pahlawannya.

    Reply

  6. BaNi MusTajaB
    May 21, 2010 @ 06:57:25

    Kita patut menghargai dan meneladani perjuangan KH. Abdullah bin Nuh.

    —————————————————

    Untuk sebuah jasa yang besar kita layak menghargai dan meneladaninya.

    Terima kasih.

    Reply

  7. budies
    May 21, 2010 @ 19:49:13

    kunjungan perdana pak, salam kenal dari kalimantan tengah
    semoga adanya silahturahmi ini kita ikut memperkanlkan para ulama kepada generasi muda yang mulai melupakan jasa para pendahulu
    ——————————————–

    Terima kasih banyak atas kunjungannya. Semoga silaturahmi kita bisa semakin erat. Insya Allah nanti akan berkunjung ke Kalteng.
    Salam.

    Reply

  8. ketawa bersama oby
    May 21, 2010 @ 22:35:06

    benar benar ulama yg membanggakan
    SALUT!!!

    —————————————–

    Mudah-mudahan ada penerusnya dan umat bisa meneladani kiparahnya dalam memajukan bangsa ini.
    Terima kasih.

    Reply

  9. kang romly
    May 21, 2010 @ 23:19:49

    pjuang yang membawa dan mempertahankan akidah islam………
    ——————————–

    Semoga bangsa ini bisa menghargai jasa-jasanya dan mengikuti jejaknya dalam memajukan umat.

    Terima kasih.

    Reply

  10. dedekusn
    May 23, 2010 @ 21:47:14

    KH Abdullah bin Nuh hebat kang, mudah2an generasi penerusnya selalu ada, sbg orang Cianjur Kang Abdul bangga pastinya,

    —————————————-

    Rasanya terlalu sulit untuk bisa mengikuti jejaknya. Warga Cianjur sekarang hanya bisa mengupayakan beliau untuk bisa diakui sebagai pahlawan nasional, seperti mengadakan seminar beberapa waktu yang lalu. Kebanggaan warga tentu sangat besar karena Cianjur memiliki seorang ulama pejuang.Tapi upaya untuk mengikuti jejak langkahnya masih merupakan tanda tanya besar.

    Hatur nuhun Kang.

    Reply

  11. sedjatee
    May 24, 2010 @ 14:58:34

    ulama adalah sosok mulia nan istimewa
    ulama selalu berkontribusi pada kemajuan bangsa
    muliakan ulama, insyaAllah negara akan maju..
    salam sukses..

    sedj

    ————————————————-

    Tapi sayang, sekarang banyak yang mengaku ulama hanya memperjuangkan kepentingan dirinya dan kelompoknya saja. Juga banyak yang merasa dirinya ulama tapi bisa dimanfaatkan pihak lain untuk kepentingan politik sempit.

    Kita merindukan sosok ulama seperti yang Mas sebutkan di atas.
    Semoga semakin banyak ulama yang demikian.
    Teriam kasih.
    Salam.

    Reply

  12. agito
    May 25, 2010 @ 11:19:54

    saya mendukung KH. Abdullah bin Nuh jadi pahlawan nasional…

    salam kenal kang dari orang cipanas

    ————————————————–

    Senang sekali bisa berkenalan dengan sesama urang Cianjur.
    Terima kasih.
    Salam

    Reply

  13. Vicente Hendrix
    May 30, 2010 @ 02:36:17

    abdaz.wordpress.com’s done it again! Superb post!

    ——————————–

    Thank U so much.

    Reply

  14. Dangstars
    Jun 07, 2010 @ 16:55:14

    Rupanya Kawitna ti Cianjur nya Kang KH Abdullah bin Nuh,,
    Satu kebanggaan buat tanah Cianjur
    ————————————————

    Betul akan menjadi suatu kebanggaan , tapi bila kita bisa mengikuti jejak langkahnya. Bukan hanya sekedar bangga karena berasal dari daerah kita sendiri.

    Terima kasih.

    Reply

  15. wardoyo
    Jun 08, 2010 @ 01:05:19

    Nama K.H. Abdullah b Nuh sudah saya kenal sejak pertengahan 80-an. Banyak kawan di masa sekolah saat itu yang nyantri di pondok “Al Ghazali” – Bogor, sehingga sayapun beberapa kali ikut “nyantri” juga di pondok itu. Hanya santri mingguan.
    Itulah kenangan indah yang sudah menjadi sejarah. Meskipun belum pernah bertemu dengan beliau, tetapi nama “Mama Abdullah” sudah tertancap dalam. Bersyukur sekali saya bisa membaca riwayatnya sekarang. Sosok seorang Guru dan Pahlawan itu kini semakin lengkap.
    Terimakasih pak, untuk postingan yang berharga ini.

    ——————————————————-

    Sebagai ulama pejuang kelahiran Cianjur, beliau sangat dikenal di Cianjur, tapi kiprah beliau justru lebih banyak di luar Cianjur. Sehingga saya pun tidak sempat mengenalnya.

    Beruntunglah, ada kawan seangkatan beliau di Madrasah Al-I’anah yang didirikan ayahandanya, Rd. Mohamad Nuh, yaitu Rd. Moh. Soleh Qurowi . Saya sempat berguru padanya di madrasah Al-Islamiyah ,Kopo, Cianjur. KH Abdullah bin Nuh dan KH Rd Moh. Soleh Qurowi merupakan dua dari enam murid pilihan angkatan tahun 1918.

    Terima kasih Mas atas kunjungannya.
    Salam dari Cianjur

    Reply

  16. alrumi
    Jan 24, 2011 @ 08:08:48

    sy lbih stuju mengutamakan yg masih hidup,,pahlawan di pandangan alloh, bukan di pandangan manusia…..jd buat yg hdup ja jadikanlah pelajaran, Ingsyaalloh jk pahlwan menurut pandangan alloh semuanya akan menjadi lebih,

    Reply

  17. martin
    Jun 18, 2012 @ 16:23:24

    ASS SAYA, MUHAMMAD ATIN SUPRIYATIN BIN YAHYA BIN SA’IH BIN BA’ONG.

    Alhamdulillah saya panjatkan puji syukur kehadirat Allh SWT,saya ingin sedikit kasih masukan buat diri saya pribadi dan anda umumya,
    Melalui keterangan yang sudah saya dapatkan bahwa KH.ABDULLAH BIN NUH ADALAH memang sebagai Ulama juga Pahlawan Nasional.jadi kita sudah tau itu,dan saya pribadi adalah salah satu alumni AL -IHYA ,Bogor.,Dimana saya banyak belajar dari salah satu murid Mama yaiti K.H MUHAMMAD HUSNI TAMRIN ( ABI ),Alhamdulillah saya di kasih petuah petuah,dari MAMA ABDULLAH,yach walau bukan melalui Mama langsung,tapi saya sudah cukup bersyukur.Alhamdulillah……!!! Syukron MAMA DAN ABI,

    Wass M.atin supriyatin anak InKa Angk’1999-2000.

    Reply

  18. Sukarno M
    Aug 14, 2012 @ 01:17:29

    Alhamdulillah….

    Reply

  19. samsu sadikin
    May 30, 2015 @ 16:06:03

    Mahabalah ke mama,,,,siapa yg ga kenal ditanah haram pun cukup ajiib….tapi jangan lupa Al-Ihya pun didirikannya….alumni 96

    Reply

  20. BunyaminTazhal
    Jan 21, 2016 @ 10:43:46

    Adakah Motivasi Untuk kita

    Reply

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

IP
My Popularity (by popuri.us)
%d bloggers like this: