Oleh : Nandang R. Pamungkas
Bulan Ramadan selalu terasa lebih semarak dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Salah satu kesemarakan itu bisa kita rasakan saat hari menjelang petang, menjelang saat berbuka puasa. Orang-orang membuat beragam kegiatan dalam rangka menunggu waktu berbuka puasa. Ada yang mengisinya dengan nongkrong bersama teman, jalan-jalan sore, atau berbelanja ke pusat perbelanjaan, atau pusat jajanan. Ada pula yang mengisinya dengan mengikuti pengajian, pesantren kilat, tadarus Alquran, diskusi, atau sekadar membaca buku. Semua kegiatan itu mereka namakan dengan istilah “ngabuburit.”
Ya, kata ngabuburit begitu sering kita dengar selama Ramadan. Padahal di luar Ramadan, jarang sekali kita mendengar penggunaan kata tersebut. Kata ngabuburit pun semakin luas penggunaannya: iklan-iklan di televisi, tulisan-tulisan di media massa semakin kerap menggunakan dan menuliskannya. Berkat media massa pula kata ngabuburit “menasional, mengindonesia”. Akan tetapi, ternyata masih banyak orang (khususnya di luar masyarakat Sunda) yang belum memahami arti sekaligus mengetahui asal kata ini.
Kata ngabuburit berasal dari bahasa Sunda. Dalam Kamus Bahasa Sunda yang diterbitkan Lembaga Basa dan Sastra Sunda (LBSS), ngabuburit berarti ngalantung ngadagoan burit, yang artinya kurang lebih bersantai-santai sambil menunggu waktu sore. Kata ngabuburit dibentuk dari kata dasar “burit” yang memperoleh proses reduplikasi dwipurwa (pengulangan suku kata pertama) dan penambahan prefiks nga- (imbuhan bahasa Sunda) yang membentuk kata kerja. Kata dasarnya sendiri, yaitu “burit” sebetulnya tidak ada hubungannya dengan puasa (“burit” berarti sore). Artinya, pada awalnya kegiatan ngabuburit tidak harus pada bulan Puasa saja. Dugaan saya, karena istilah ngabuburit lebih sering dan lebih banyak digunakan dan dilakukan orang pada bulan Puasa sebagai kegiatan menunggu waktu berbuka, akhirnya pemaknaan ngabuburit menyempit dan dipahami sebagai menunggu saatnya buka puasa. Pengertian itu sejalan dengan makna ngabuburit yang tercantum dalam Ensiklopedia Sunda: menunggu saat berbuka puasa sambil mengerjakan sesuatu atau bermain-main, berjalan-jalan sekadar melupakan perut lapar sampai magrib.
Kata “burit” merupakan representasi waktu yang menunjukkan keadaan alam pada saat menjelang tenggelamnya matahari atau situasi saat hari mulai gelap (senja). Pada masyarakat Sunda zaman dahulu, tanda-tanda menjelang “burit” atau suasana menjelang magrib ditandai dengan mulai munculnya kelelawar yang beterbangan dan ayam-ayam masuk paranjé (kandang ayam). Oleh karena itu, menurut cerita kakek-nenek saya, ada semacam lelucon, jika mereka sudah tidak sabar menunggu suara beduk magrib dari masjid, mereka dengan sengaja memukul-mukul atau mengganggu sarang kelelawar supaya segera keluar dari sarang.
Tidak seperti bahasa Indonesia yang merepresentasikan waktu dalam sehari semalam cukup dengan kata pagi, siang, sore, malam, dan dini hari, dalam bahasa Sunda waktu direpresentasikan dengan banyak sebutan. Misalnya; wanci (waktu/saat) janari gedé (kira-kira pukul 1.00 – 3.00); wanci janari leutik (kira-kira pukul 3.30 – 4.30); wanci balébat (waktu fajar mulai tampak, pukul 4.30); dan seterusnya.
Melihat fakta kata ngabuburit yang semakin luas penggunaannya di masyarakat, wajar jika kata itu dimasukkan ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Hasilnya, sekarang, penulis atau wartawan tak perlu lagi memiringkan kata ngabuburit saat membuat tulisan. Kata “burit” dan “ngabuburit” resmi menjadi lema (entri) ataupun sublema dalam KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat yang sudah terbit. Tahun terbitnya (yang resmi) 2008 tetapi baru diluncurkan ke pasaran sekitar Januari 2009. “Ngabuburit” berstatus sublema dari lema “burit” (sore), tercantum di halaman 226. Oleh KBBI, ngabuburit diartikan sebagai kegiatan menunggu azan magrib menjelang berbuka puasa pada waktu bulan Ramadan. Jadi, maknanya mengalami penyempitan dari makna kamus bahasa Sunda.
Selain kata burit dan ngabuburit, beberapa kosakata yang berasal dari bahasa Sunda resmi menjadi lema (entri) ataupun sublema pada KBBI Pusat Bahasa Edisi Keempat. Kata-kata tersebut di antaranya lema “goyobod” tercantum di halaman 461, berarti minuman, dibuat dari tepung kanji dicampur dengan agar-agar yang diiris persegi, dan dicampur dengan avokad, sirop, dan es. Lalu, kata “kabita” tercantum sebagai lema di halaman 597, berarti tertarik dan menginginkan sesuatu yang dimiliki atau dialami orang lain. Kata-kata baru lainnya yang berasal dari bahasa Sunda adalah “aom” (hlm. 79), “bobotoh” (hlm. 202), “cunihin” (hlm. 280), “gurandil” (hlm. 468), dan “jatnika” (hlm. 570).
ÔÔÔ
Nandang R. Pamungkas, pemerhati bahasa dan anggota Agupena Jabar, tinggal di Giriharja, Baleendah.
Dari : Wisata Bahasa, Pikiran Rakyat, Minggu, 22 Agustus 2010
ψ
Cianjur, Ahad, 12 Ramadhan 1431 | 17:45
Aug 22, 2010 @ 20:39:42
(Maaf) izin mengamankan PERTAMAX dulu. Boleh, kan?!
Dari sini saya baru tahu arti dan asal usul kata ini. Sukron katsir, Pak
———————————————-
Aug 22, 2010 @ 23:54:06
Pic nya top abis…………..
————————————
Aug 23, 2010 @ 00:17:57
kalau di tempat kami menunggu bedug jalan-jalan ke pasar wadai (kue2 khas banjar)
———————————————-
Aug 23, 2010 @ 05:47:58
wah, saya malahan baru tau apa arti ngabuburit..
——————————————————
Aug 23, 2010 @ 11:11:07
mudah-mudahan saja tulisan sederhana ini memberikan manfaat bagi pembaca yang lain.
—————————————-
Aug 24, 2010 @ 11:41:09
menemukan makna yang benar pada artikel ini
ternyata nngabuburit telah dipersempit maknanya
thanks infonya Pak…
salam sukses..
sedj
http://sedjatee.wordpress.com
————————————————–
Aug 24, 2010 @ 15:52:45
Saya mulai mengenal istilah Ngabuburit sewaktu tinggal di Bandung tahun 2000 lalu… jadi sekarang sepertinya sudah sering mendengar istilah ini dimana-mana….
——————————————–
Aug 25, 2010 @ 11:50:40
Salam Takzim
Mohon izin bayar tunggakan pak karena saya mau kembali ngontrak di blog bapak
Salam Takzim Batavusqu
—————————————————
Aug 25, 2010 @ 18:45:17
ngabuburit….. bener2 nama yang gak biasa…
tapi suasananya emang khas dan paling menyenangkan.. ada kegembiraan diam-diam.. 🙂
———————————————-
Aug 26, 2010 @ 04:39:18
sunggguh sangat bermanfaat, semoga saya tetap bisa belajar Bahasa di sni, ijin link blognya ya Pak….
——————————————————–
Aug 26, 2010 @ 08:16:18
selamat ngabuburit pak.. salam untuk Cianjur 😀
——————————————————-
Aug 26, 2010 @ 10:42:40
Assalaamu ‘Alaikum
Ari diandimah kang seueeur nu ngabuburit bari nuang kuaci …. 😆 😆 🙂 😉
———————————————–
Aug 27, 2010 @ 07:47:52
Hmm… 💡
Berarti secara substansi, ngabuburit agak kurang cocok buat dilakuin di Ramadhan ya…
Menunggu waktu/menghabiskan waktu sepertinya adalah pilihan yang kurang utama…
*Info menarik*
———————————————-
Aug 27, 2010 @ 15:09:47
di rumah saya ada KBBI Edisi Keempat, dan memang banyak juga lema yang setahu saya itu bahasa Sunda, ternyata sudah menjadi bahasa Nasional. 😀
——————————————————-
Aug 27, 2010 @ 16:36:17
Dari struktur katanya memang terlihat asalnya dari Sunda ya Pak..
Btw, saya sendiri jarang ngabuburit, karena seringkali magrib datang tanpa ada perasaan menunggu.. saking asiknya dengan aktivitas.
Salam dan selamat meningkatkan kualitas ibadah puasanya Pak..
————————————————–
Aug 27, 2010 @ 21:55:52
Assalaamu’alaikum Pak Abdaz
Apa khabar ? didoakan sihat dan bertambah amalan di bulan mulia ini.
Inilah pertama kasli saya mengetahui istilah Ngabuburit yang Pak Abdaz tuliskan diposting ini. Cukup menarik penggunaan istilah tersebut. Hanya dengan beberapa perkataan yang digabungkan ia menjelaskan pelbagai jumlah aktiviti yang dilakukan. Hal ini menunjukkan kayanya bahasa Sunda dalam membuat terjemahan akan sesuatu peristiwa.
Salam mesra selalu dari saya di Sarawak.
Selamat berpuasa.
Aug 28, 2010 @ 13:42:10
Bahasa nasional memang selalu berkembang.
————————————————
Aug 29, 2010 @ 22:15:17
Wah.. saya juga baru tahu asal kata tersebut…
kalau kami di Bali tidak ada sebutan khusus untuk menanti saat berbuka tiba..
—————————————————
Aug 08, 2011 @ 14:40:55
wah, dari Cianjur ya… salam ya. Hidup Blogger Cianjur 🙂