Lebaran, Mestikah Serba Baru ?


Pengantar :

Tulisan berikut merupakan tulisan lama saya. Disajikan kembali di sini dengan tanpa pengubahan sedikit pun sebagaimana termuat dalam harian Suara Karya, Selasa, 6 Juli 1982 / 14 Ramadhan 1402 H.  Semoga masih bermanfaat.

∞∞∞

PUASA bukanlah hanya sekedar menahan diri dari lapar, haus dan nafsu seksual, sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Bukan cuma itu. Puasa juga menjauhkan diri dari segala sikap hidup tercela, mengendalikan lidah dari perkataan kotor, mengendalikan emosi dan hati dari segala sikap iri, dengki, dendam, amarah dan nafsu rendah lainnya.

Salah satu hikmah puasa adalah untuk mendisiplin diri sanggup hidup dalam kesederhanaan. Tapi , suatu kenyataan yang sudah membudaya, pusat-pusat perbelanjaan pada bulan Ramadhan ini lain sekali dengan bulan-bulan sebelumnya. Pasar, toko-toko penuh dengan arus pembeli. Belum juga mulai puasa, orang sudah mempersiapkan diri untuk kebutuhan puasa dan lebaran. Begitu juga pemerintah, jauh sebelumnya sudah pasang ancang-ancang untuk menghadapinya. Kebutuhan pokok sehari-hari dan angkutan lebaran dipersiapkan.

Pada bulan-bulan lain tak ada tindakan khusus, baik dari perorangan maupun pemerintah dalam hal penyediaan kebutuhan sandang pangan. Ini mencerminkan citra umat Islam yang konsumtif. Seolah-olah ada keharusan memanjakan diri dalam hal menu makanan di bulan puasa ini. Apalagi pada saat-saat hari raya nanti.

Belanja pakaian dan makanan untuk hari raya ini, tampak seperti suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Semua mesti serba baru dan istimewa. Dengan demikian, pengeluaran anggaran belanja keluarga melonjak sangat tinggi. Belum lagi untuk biaya angkutan bersilaturahmi di hari besar itu. dan juga biasanya ditambah dengan rekreasi bersama anak-anak.

Begitulah kesibukan belanja menjelang lebaran dari tahun ke tahun. Keadaan ini sudah mengakar dalam masyarakat sejak dulu; dan rasanya akan terus berlangsung, karena terlalu sulit untuk mengubah pola hidup yang begitu mendarah daging itu.

***

MERAYAKAN Hari Raya Idul Fitri bagi kita sudah merupakan tradisi keagamaan yang membudaya. Idul Fitri, yang juga sering disebut Lebaran, adalah hari raya memperingati kembalinya manusia kepada fitrahnya. Fitrah adalah watak dasar kemanusiaan. Fitrah ini membuat manusia secara kodrati cenderung kepada kebenaran.

Dengan telah berakhirnya menjalankan ibadah puasa, berarti kita sudah memenangkan perang melawan hawa nafsu. “Minal ‘aidin wal faizin”, selalu diucapkan di hari raya itu. Artinya, semoga kita termasuk orang-orang yang kembali dan yang menang.

Hari Raya Lebaran disambut dengan penuh ceria. Busana baru, sepatu baru dan segalanya serba baru. Dan kadang berlebihan, rambut pun ditata dengan mode baru.

Sejauh batas-batas kewajaan, hal tersebut merupakan materialisasi dari pada ekspresi jiwa atau manifestasi lahiriyah seorang yang kembali kepada fitrahnya dan berhasil menyelesaikan ibadahnya. Ini menunjukkan betapa nilai-nilai keagamaan telah diberi warna kultural, sehingga Hari Raya Lebaran ini sudah “culturalized” dalam masyarakat kita.

Kegembiraan dengan penampilan yang lain dari biasanya di hari lebaran ini merupakan suatu kesempatan berhibur diri bersama masyarakat yang merayakannya. Tapi jangan sampai maknanya jadi berubah. Tidak boleh berlebihan dan memaksakan diri. Karena akan menjadikannya suatu kesulitan bagi dirinya. Misalnya, sampai terpaksa harus berhutang ke sana ke mari untuk mengada-adakan kebutuhan secara berlebihan. Ini justru bertentangan dengan makna Idul Fitri itu sendiri.

Ada kalanya orang segan  keluar rumah di hari besar itu dikarenakan tidak berpakaian baru. Bahkan ada seorang yang kebetulan nasibnya kurang beruntung dibandingkan dengan saudara-saudaranya, enggan datang bersilaturahmi, sungkem kepada orangtuanya. Ia malu oleh saudara-saudaranya itu. Betapa ia terbelenggu oleh sikap dan interpretasi yang salah dari makna lebaran yang sesungguhnya.

***

IDUL FITRI memiliki beberapa makna yang dalam. Pertama, pada hari itu umat Islam telah berhasil menyelesaikan ibadah puasa. Berarti sudah memenangkan perang melawan hawa nafsu. Karena itu mereka bergembira dan merayakannya. Mereka telah meningkatkan akhlak dan kepribadiannya dengan ibadah puasa tersebut.

Kedua, mempererat ikatan persaudaraan. Pada saat-saat ini ikatan persaudaraan terasa begitu kokoh. Terasa ada sesuatu yang mempersatukan jiwa kita. Pada hari-hari lain, mungkin karena sibuk, kita jarang berkesempatan mengadakan reuni keluarga. Tapi di saat Lebaran ini, kita sengaja menyempatkan diri. dar- kakek-nenek, ayah-ibu, anak, menantu, cucu, sampai cicit berkumpul pada hari itu. Saling memaafkan bisa dilakukan kapan saja . Namun maaf-memafkan di hari raya itu mempunyai nilai tersendiri. Penuh haru dan hati yang lega.

Ketiga, rasa sosial, rasa kasih terhadap sesama. Tidaklah sempurna iman seorang Muslim, bila tidak mengasihi orang lain seperti mencintai dirinya. Itulah, maka Islam mewajibkan membayar zakat. Di samping kita masih berjuta yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Berdasarkan hal-hal di atas, terasa bahwa lebaran ini tidak akan menumbuhkan penghayatan yang sama intensitasnya pada diri setiap orang. Bagi mereka yang berpuasa sebulan penuh dengan dilandasi iman dan ikhlas sebagi upaya untuk memuliakan pribadi mereka masing-masing sebagai manusia, lebaran ini bisa diahayati dengan mendalam. Mereka selama puasa itu meniali diri, introspeksi, sehingga ia lebih mengenal dirinya pribadi, termasuk segala kekurangan-kekurangannya. Kesadaran ini akan membuatnya berusaha untuk terus memperbaiki diri.

Jadi, penghayatan terhadap makna Idul Fitri ini tidaklah ditentukan oleh simbol-simbol lahiriyah atau kemegahan bendawi lainnya. Tapi oleh tekad kita dalam upaya memperbaiki kualitas hidup sebagai manusia yang tidak pernah sempurna ini, melalui ibadah puasa. Itu saja.

אאא

Pic © IslamOnline.net

Cianjur, 20 Ramadhan 1431 | 15:51

12 Comments (+add yours?)

  1. alamendah
    Aug 30, 2010 @ 18:49:49

    (Maaf) izin mengamankan PERTAMAX dulu. Boleh, kan?!
    Yang baru seharusnya hati dan kelakuan yang makin taat beribadah

    ————————————————–

    Betul Mas, kita harus tampil baru, sebagai orang yang takwa. Menjadi orang yang takwa adalah tujuan utama puasa kita.

    Terima kasih.

    Reply

  2. nurhayadi
    Aug 31, 2010 @ 16:53:07

    Saya juga sulit memberi pengertian pada anak-anak. Kalau lebaran inginnya ya baju baru.

    ————————————————-

    Tradisi serba baru ini sangat membudaya, sehingga anak-anak kita pun akan sangat dipengaruhi lingkungan pergaulannya. Karena itu , nilai-nilai Ramadhan ini yang harus ditanamkan pada mereka.

    Terima kasih Mas,
    Salam

    Reply

  3. kopral cepot
    Aug 31, 2010 @ 23:04:22

    baju banyak diskon jelang lebaran … thr keterima jelang lebaran … mudik ke kampung jelang lebaran … kalo sudah jadi budaya sukar ngerubahnya … hanya yang cerdas pada makna yang bisa berubah … maka revolusi budaya dimulai dari revolusi berpikir

    Semoga kita mampu memaknai idhul fitri ini

    Salam kangen dari Bandung … mugia sehat wal afiat

    Hatur tararengkyu 😉

    ———————————————–

    Itulah kelemahan sebagian Muslim kita. Malas berpikir ! Dalam kehidupan beragama pun kita lebih senang ikut-ikutan. Tidak perduli apakah hal itu ada tuntunan dari Rasulullah atau tidak. Apakah yang dijalani itu betul-betul ajaran agama atau bukan, tidak menjadi bahan pemikirannya.

    Terima kasih Kang, semoga tetap dalam lindungan-Nya.
    Salam dari Cianjur.

    Reply

  4. Vulkanis
    Sep 01, 2010 @ 04:29:57

    Ya..bajuj baru harus deh,,biar pas Pak

    ——————————————-

    Yang penting tidak memaksakan diri dan bukan untuk takabur.
    Yang diajarkan Rasulullah SAW adalah memakai pakaian yang terbaik yang kita miliki, bukan harus yang baru. Hal ini sebagai ekspresi kebahagiaan kita setelah berhasil melaksanakan ibadah Ramadhan dengan baik.

    Hatur nuhun Kang. Kapan mudik ?
    Salam buat Medan.

    Reply

  5. Vulkanis
    Sep 01, 2010 @ 04:31:17

    Kalo ada serba baru boleh Pak,,yang penting jangan isteri baru ada
    ——————————————-

    Istri baru juga boleh, yang penting harus sesuai prosedur. Dan harus mampu “menyikapi” istri-istri itu seperti Rasulullah. Bagaimana ?

    Reply

  6. sedjatee
    Sep 01, 2010 @ 06:26:12

    setuju Pak Abdaz
    lebaran tak melulu harus serba baru
    lebih penting menjadi pribadi yang baru
    pribadi yang membawa spirit ramadhan
    dalam kehidupan hari-hari berikutnya
    salam sukses…

    sedj
    http://sedjatee.wordpress.com

    ———————————————

    Betul Mas, setelah Ramadhan ini kita harus tampil menjadi sosok yang baru. Sosok orang yang takwa. karena tujuan puasa kita adalah menjadi orang yang takwa.

    Terima kasih. Semoga sukses dngan segala aktivitasnya.
    salam.

    Reply

  7. Rizal Islami
    Sep 01, 2010 @ 16:15:26

    Subhanallha………..makasih pa sudah mengigatkan

    —————————————————

    Mudah-mudahan setelah Ramadhan ini kita semakin baik, semakin bertakwa kepada-Nya. Amin.

    Terima kasih.

    Reply

  8. Keping Hidup
    Sep 02, 2010 @ 21:09:01

    Hati baru insya Allah.. semoga kembali fitri pak Abdul Aziz.. salam saya

    ——————————————————-

    Semoga kita bisa menjadi seorang yang tampil baru : Seorang yang bertakwa ! Amin.

    Terima kasih.
    Salam.

    Reply

  9. kari
    Sep 04, 2010 @ 00:05:43

    thx

    ————————————————-

    Thanks

    Reply

  10. SITI FATIMAH AHMAD
    Sep 05, 2010 @ 11:31:33

    Assalaamu’alaikum Bapak Abdul Aziz

    Andai langkah berbekas lara . Andai kata merangkai dusta. Andai tingkah menoreh luka . Andai bahasa membedah jiwa. Maaf dipohon seribu ampun. Dari jauh ku kirim salam. Kuhulur tangan memohon kalam . Buatmu sahabat, di hari mulia kita bermaafan. MAAF ZAHIR DAN BATHIN.

    Taqabbalallohu minna wa minkkum. Kullu am wa antum bikhairiin.

    Salam Ramadhan Yang Barakah dan Salam Aidil Fitri Yang Bahagia.

    # Lebaran serba baru ini selalu menjadi kehendak anak2 yang inginkan kemeriahan beraya. Sebagai orang tua, kita seharusnya menerangkan konsep hari lebaran dalam Islam agar tidak menjadikan situasi seperti ini sebagai satu budaya yang diwarisi.

    ——————————————————–

    Wa’alaikumussalam,
    Saya juga mohon maaf yang sebesar-besarnya kalau ada kata-kata yang tidak berkenan di hati, walau selalu bermaksud baik bisa saja ada kekhilafan. Sekali lagi mohon maaf lahir dan batin.

    Taqabbalallahu minna wa minkum, taqabbal ya karim.
    Minal ‘aidin wal faizin.

    Semoga kita dapat tampil baru sebagai sosok yang bertakwa sesuai dengan tujuan puasa kita.

    Happy Eid al-Fitr. Eid Mubarak.

    Reply

  11. SITI FATIMAH AHMAD
    Sep 05, 2010 @ 11:34:32

    Pak Abdaz… link blog ini sudah saya tautkan di ruang Dunia Sahabat. Silakan semak untuk perkenankan masukan namanya.

    http://webctfatimah.wordpress.com/dunia-sahabat/

    Salam mesra dari saya di Sarawak.

    —————————————————

    Terima kasih Bu, link LAMAN MENULIS GAYA SENDIRI G2 juga sudah saya tautkan di halaman Friends & Links.

    Salam mesra juga dari Indonesia.

    Reply

  12. kursi jepara
    Dec 23, 2011 @ 14:37:12

    mencari artikel tentang puasa dan leberan, posting anda sangat membantu kerjaan anak saya, terimakasih

    Reply

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

IP
My Popularity (by popuri.us)
%d bloggers like this: